PRAKTIK
KECURANGAN AKUNTANSI DALAM PERUSAHAAN
Yuniarti Hidayah
Suyoso Putra
Akutansi
Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Jln. Gajayana 50
Malang
HP. 081
334119895
e-mail:
yuniarti_hidayah@yahoo.com
HP. 081
334119895
Abstract
This
paper describes accounting fraud in company. Previous researches indicate
several factors driven accounting fraud such as opportunity, exposure,
individual aspect, poor internal control, and ineffective employee’s placement
and management model. Recurrence of accounting fraud is happened either because
of well planned and perpetrators are forced to do it. However, diverse methods
can be conducted to detect and prevent accounting fraud and is supported by
high moral commitment and law enforcement.
Key Words: Kecurangan
akuntansi, pendeteksian dan pencegahan.
WorldCom,
perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Amerika Serikat, mengakui telah
melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan perdagangan sahamnya di bursa
NASDAQ terhenti. Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut.
Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan
cara memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai belanja modal, sehingga labanya
overstated sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang
lebih dari $400 juta kepada Chief Executive Officer (CEO)- nya waktu, Bernard
Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski di
dakwa telah melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan
keuangan yang salah,
mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak bersalah (Mehta, 2003; Klayman,
2004; Reuters, 2004).
Enron
Corp., perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang industri
energ, para manajernya memanipulasi angka yang menjadi dasar untuk memperoleh
kompensasi moneter yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan 2 antara lain
yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak
yang dihasilkan dari estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar negerinya
misal di India dan Brasil, para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk dan pengendalian keuangan yang lemah
menimbulkan ketimpangan neraca yang sangat besar dan harga saham yang
dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan orang kehilangan pekerjaan dan kerugian
pasar milyaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus
ini diperparah dengan praktik akuntansi yang meragukan dan tidak independennya
audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap
Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah satu “The big six”
tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron tetapi juga telah
melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting
yang berkaitan dengan kasus Enron. Independensi sebagai auditor terpengaruh
dengan banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur Andersen yang bekerja
dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun Anderson, dua raksasa
industri di bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam dalam
praktik akuntansi.
Indonesia,
kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus yang ramai
diberitakan adalah keterlibatan 10 KAP di Indonesia dalam praktik kecurangan
keuangan. KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk mengaudit 37 bank sebelum terjadinya
krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil audit mengungkapkan bahwa laporan
keuangan bank-bank tersebut sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank
tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap
dalam investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut terlibat
dalam praktik kecurangan akuntansi. 10 KAP yang dituduh melakukan praktik
kecurangan akuntansi adalah Hans Tuanakotta and Mustofa (Deloitte Touche
Tohmatsu's affiliate), Johan Malonda and Partners (NEXIA International's
affiliate), Hendrawinata and Partners (Grant Thornton International's
affiliate),
Prasetyo Utomo and
Partners (Arthur Andersen's affiliate), RB Tanubrata and Partners, Salaki and
Salaki, Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto (menyatakan tidak bersalah),
S. Darmawan and Partners, Robert Yogi and Partners. Pemerintah 3 pada waktu itu
hanya melakukan teguran tetapin tidak ada sanksi. Satu-satunya badan yang
berhak untuk menjatuhkan sanksi adalah BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa
(IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP
tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya
melarang 3 KAP melakukan audit terhadap klien dari bank-bank, sementara 7 KAP
yang lain bebas (Suryana, 2002).
Kasus-kasus
tersebut menggambarkan bagaimana para akuntan nakal telah melanggar prinsip
dasar etika profesi, terutama integritas, objektivitas, dan perilaku
profesional. Permasalahan utama adalah mengapa praktik kecurangan akuntansi
tersebut terus berulang, apakah ada indikasi tindakan kecurangan yang terjadi adalah
tindakan yang terencana ataukah memang para akuntan terpaksa melakukannya, siapa
saja yang berpotensi melakukan kecurangan akuntansi di perusahaan, dan jika
fakta menunjukkan bahwa kecurangan akuntansi terus berulang lalu bagaimana cara
perusahaan mendeteksi dan mencegahnya?
PRAKTIK
KECURANGAN AKUNTANSI
Praktek kecurangan akuntansi
bisa timbul dalam berbagai bentuk. Simanjuntak (2008) mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) menjadi 4 golongan berdasarkan pencatatan, frekuensi, konsiprasi
dan keunikan.
1.
Berdasarkan Pencatatan
Kecurangan berupa
pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu:
a. Pencurian aset yang
tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum
pada catatan akuntansi (fraud open onthebooks), kecurangan jenis ini lebih
mudah untuk ditemukan
b. Pencurian aset yang
tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid,
seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
c. Pencurian aset yang
tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian
transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian 4 uang pembayaran
piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books),
kecurangan jenis ini paling sulit untuk ditemukan.
2.
Berdasarkan Frekuensi
Pengklasifikasian
kecurangan berdasarkan frekuensi terjadinya, yaitu:
a. Tidak berulang
(non-repeating fraud).
Kecurangan yang tidak
berulang, walaupun terjadi beberapa kali, pada dasarnya bersifat tunggal.
Misalnya kecurangan dalam pembayaran cek mingguan karyawan, maka pelaku
memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak
benar.
b. Berulang (repeating
fraud)
kecurangan berulang,
tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali
sekali saja, selanjutnya kecurangan terjadi terusmenerus sampai dihentikan.
Misalnya cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa
harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung
sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.
3.
Berdasarkan Konspirasi
Kecurangan yang terjadi
karena adanya konspirasi bona fide maupun pseudo. Bona fide conspiracy, yaitu
semua pihak sadar akan adanya kecurangan, sedangkan pseudo conspiracy, ada
pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
4.
Berdasarkan Keunikan
Kecurangan berdasarkan
keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus
(specialized fraud),
Terjadi secara unik
pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh:
(1) Pengambilan aset
yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti bank, dana
pensiun, reksa dana. Kecurangan jenis disebut juga dengan custodial fraud
(2) Klaim asuransi yang
tidak benar.
b. Kecurangan umum
(garden varieties of fraud)5
Mungkin hadapi oleh
semua orang dalam operasi bisnis secara umum. Misalnya kickback yaitu penetapan
harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari
kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah
selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
The
ACFE (The Association of Certified Fraud Examiners), Asosiasi Pemeriksa Kecurangan
Bersertifikat yang berkedudukan di Amerika Serikat, menggolongkan kecurangan
dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas
Asset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan/pencurian
aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang
paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung
(defined value).
2. Pernyataan Palsu
atau Salah Pernyataan (Fraudulent Statement)
Tindakan yang dilakukan
oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk
menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
(financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh
keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang
paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti
suap dan korupsi. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Korupsi
sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati
keuntungan. Termasuk didalamnya adalah
penyalahgunaan
wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),
penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara
ekonomi (economic extortion).
Penjabaran
dari ketiga golongan kecurangan Uniform Occupational Fraud Classification
System menurut ACFE
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Uniform
Occupational Fraud Classification System menurut ACFE
KEJADIAN DAN TERUS
BERULANG
Beberapa faktor menjadi
pendorong mengapa kecurangan akuntansi terus berulang diuraikan berikut.
Simanjuntak (2008) menyoroti faktor yang mendorong seseorang melakukan
kecurangan bisa berasal dari faktor generik dan individu yaitu:7
1. Faktor Generik /
Umum
Merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan. Faktor ini
meliputi:
a. Kesempatan
(Opportunity)
Kesempatan untuk
melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek
kecurangan. Umumnya, manajemen suatu organisasi atau perusahaan memiliki
potensi yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan. Tetapi
patut digaris bawahi bahw kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada
setiap
kedudukan.
b. Pengungkapan
(Exposure)
Terungkapnya suatu
kecurangan dalam organisasi atau perusahaan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain.
Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila
perbuatannya terungkap.
2. Faktor Individu
Faktor yang berhubungan
dengan individu sebagai pelaku kecurangan. Faktor ini terdiri dari:
a. Ketamakan (Greed)
Ketamakan berhubungan
dengan moral individu. Pandangan hidup dan lingkungan berperan dalam
pembentukan moral seseorang.
b. Kebutuhan (Need)
Berhubungan dengan
pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang
dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
Amrizal
(2004) menggaris bawahi bahwa pada dasarnya praktik kecurangan akuntansi akan
terus berulang dalam suatu entitas jika:
1. Pengendalian intern
tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.
2. Pegawai dipekerjakan
tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
3. Pegawai diatur,
dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan
yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan
kecurangan.
4. Model manajemen
sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak
taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
5. Pegawai yang
dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan biasanya masalah
keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
6. Industri dimana
perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan.
ANTARA
MOTIF TERENCANA DAN KETERPAKSAAN
Faktor
pendorong yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya menjadi dasar
mengapa seseorang melakukan kecurangan. Faktor pendorong itu pulalah yang
menyebabkan seseorang dapat melakukan perencanaan untuk melakukan kecurangan.
Seperti yang terjadi pada kasus Enron Corp., iming-iming insentif moneter yang
cukup besar, memicu para eksekutifnya untuk melakukan manajemen laba untuk
meraih insentif yang besar. Kesempatan yang ada dan rendahnya pengendalian
internal serta tidak independennya akuntan dari Arthur Anderson menyebabkan
kecurangan itu mudah itu terjadi.
Kecurangan
akuntansi bisa juga terjadi bila ada suatu keterpaksaan, misalnya ketergantungan
terhadap klien. Misalnya proporsi total pendapatan Kantor Akuntan Publik milik
auditor itu sebagian besar berasal dari satu perusahaan atau kelompok
perusahaan (Sabeni, 2006).
Atau bisa disebabkan karena tekanan-tekanan dari pihak
manajemen yang
menyebabkan akuntan tidak bisa berkutik. Pada saat hal tersebut
terjadi maka
independensi dari para akuntan akan benar-benar diuji.
Banyak
kasus kecurangan, khususnya kasus pencurian dan penggelapan aset, biasanya
terdapat tiga faktor yang mendasari yaitu ada satu tekanan pada seseorang,
seperti kebutuhan keuangan, adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan
kecurangan yang dilakukan, adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai
dengan tingkatan integritas pelakunya (Amrizal, 2004).
PELAKU
KECURANGAN AKUNTANSI
Pelaku kecurangan
akuntansi bisa berasal dari internal maupun eksternal perusahaan.
1.
Internal Perusahaan
a.
Karyawan
Karyawan melakukan
kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva
b.
Manajemen
Pihak manajemen
melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji
yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan. Namun tidak menutup
kemungkinan, manajemen melakukan kecurangan hanya untuk kepentingan pribadi.
Seperti pada kasus Enron, para eksekutifnya memberikan laporan keuangan yang
salah dengan
melebih-lebihnya
labanya guna meraih kompensasi moneter yang besar dari perusahaan.
2.
Eksternal Perusahaan
Pihak ekternal yang
berpotensi melakukan kecurangan jika tidak memegang teguh kode etik profesi
antara lain auditor, akuntan publik. Konflik kepentingan selalu ada, misalnya
tidak independennya auditor maupun akuntan pada kasus Enron. Pihak lain yang
berpotensi terjadi kecurangan bisa berasal dari pelanggan, distributor maupun
supplier perusahaan. 10
CARA
MENDETEKSI DAN MENCEGAH PRAKTIK KECURANGAN AKUNTANSI
PENDETEKSIAN
Pendeteksian terjadinya
praktik kecurangan bisa dilakukan dengan mengenali gejala-gejalanya antara
lain:
1.
Gejala Kecurangan pada Manajemen
Umumnya agak sulit
dideteksi, namun gejalanya dapat dikenali yaitu timbulnya ketidakcocokan
diantara manajemen puncak, rendahnya moral dan motivasi karyawan, Departemen
akuntansi kekurangan staf, tingkat komplain yang tinggi terhadap
organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas,
terjadi kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi, menurunnya
tingkat penjualan atau laba sementara utang dan piutang usaha meningkat,
perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama,
terdapat kelebihan persediaan yang signifikan, terdapat peningkatan jumlah ayat
jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2.
Gejala Kecurangan pada Karyawan/Pegawai
Gejala kecurangan yang
dilakukan oleh karyawan atau pegawai dapat dikenali antara lain yaitu pembuatan
ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung, melakukan pengeluaran tanpa dokumen pendukung,
pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar, penghancuran,
penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran, kekurangan barang yang
diterima, kemahalan harga barang yang dibeli, munculnya faktur ganda,
penggantian mutu barang (Sie Infokum, 2008).
Perubahan
perilaku drastis dari individu yang melakukan kecurangan bisa digunakan sebagai
indikasi (Sie Infokum, 2008), antara lain yaitu
1. Perubahan perilaku
secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah,
mobil atau pakaian mahal
2. Gaya hidup di atas
rata-rata
3. Sedang mengalami
trauma emosional di rumah atau tempat verja11
4. Penjudi berat
5. Peminum berat
6. Sedang dililit utang
7. Temuan audit atas
kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material
ketika ditemukan
8. Bekerja tenang,
bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri.
Amrizal
(2004) menguraikan garis besar cara mendeteksi kecurangan
menurut ACFE adalah
sebagai berikut:
1.
Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
Kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan
keuangan sebagai berikut:
a. Analisis vertikal,
yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam
laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam
persentase.
b. Analisis horizontal,
yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan
keuangan selama beberapa periode laporan.
c. Analisis rasio,
yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan
keuangan Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau
pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut
2. Penyalahgunaan Aset
(Asset Misappropriation)
Variasi pendeteksian
kecurangan jenis ini sangat beragam. Pemahaman terhadap pengendalian intern
atas pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam mendeteksi kecurangan.
Metode-metode yang bisa digunakan antara lain:
a. Analiytical Review
Review atas berbagai
akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak
diharapkan.
b. Stastitical
Sampling12
Melakukan sampling atas
pos-pos tertentu yang dicurigai, misalnya persediaan. Dokumen dasar pembelian
dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities),
metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu attributnya,
misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya
pemasok fiktif
c. Vendor or outsider
Complaints
Komplain / keluhan dari
konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat
mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
d. Site Visite –
Observation
Observasi ke lokasi
biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi
tersebut.
3.
Korupsi (Corruption)
Kecurangan ini dapat
dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau
pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan
terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau
transaksinya.
PENCEGAHAN
Pencegahan terjadinya
praktik kecurangan akuntansi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Wilopo
(2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa upaya menghilangkan perilaku
tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dilakukan
antara lain dengan:
a. Mengefektifkan
pengendalian internal, termasuk penegakan hukum
b. Perbaikan sistem
pengawasan dan pengendalian
c. Pelaksanaan good governance
d. Memperbaiki moral
dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan
mengembangkan sikap
komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
KESIMPULAN
Praktik kecurangan
akuntansi dalam perusahaan hanya bisa dicegah dan
dibasmi apabila ada komitmen
tinggi untuk tidak melakukan berbagai bentuk
kecurangan dari
masing-masing individu pelaku, manajemen maupun pihak lain
yang terlibat. Krisis
moral pada saat ini memang menjadi masalah utama dan
berbagai cara memang
bisa ditempuh untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan
termasuk dengan
mengefektifkan pengendalian internal, penegakan hukum,
melaksanakan good
governance, tetapi jika moral tidak berubah dan sikap komitmen
yang tinggi terhadap
pemberantasan segala praktik kecurangan tidak terlaksana
maka semua langkah
pemberantasan yang ditempuh tidak akan berguna.
Ke depan penelitian dan
publikasi terkait dengan praktik-praktik kecurangan
yang terjadi sangat
perlu terus dilakukan dengan metode yang tepat termasuk
metode-metode dalam
mendeteksi dan mencegah kecurangan, sehingga mampu
memberikan informasi
yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat luas,
menunjukkan komitmen yang tinggi dari para akademisi maupun
praktisi, yang pada
akhirnya dapat mendorong pemerintah melakukan penegakan
hukum yang adil
sehingga memberikan efek jera kepada pelaku kecurangan. 14
DAFTAR
PUSTAKA
Arens, A.A., Randal J.
Elder., dan Mark S. Beasly (2008). Auditing dan Jasa Assurance –
Pendekatan Integrasi.
Edisi Ke-12. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Institut Akuntan Publik
Indonesia (2008). Standar Profesional Akuntan Publik-Kode Etik
Profesi Akuntan Publik.
Klayman, B. (2004). MCI
Reduces Earnings by $74,4 Billion. Reuters.com, 12 Maret
2004.
Koroy, T. R. (2008).
Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor
Eksternal. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 22-33
McLean, B. (2001). Why
Enron Went Bust. Fortune, 9 Desember 2001.
Mehta, S.N. (2003). Is
MCI Being Good Enough? Fortune, 24 Oktober 2003.
Reuters (2004).
WorldCom Chief Turns Himself In to FBI. Reuters.com, 3 Maret 2004
Sabeni, A. (2006).
Auditor Nakal: Kesengajaan atau Keterpaksaan? Suara Merdeka.
www.suaramerdeka.com/harian/0608/12/eko08.htm,
12 Agustus 2006.
Schwartz, N.D. (2001).
Enron Fallout: Wide But Not Deep. Fortune, 9 December 2001.
Sie Infokum (2009).
Fraud (Kecurangan): Apa dan Mengapa? Ditama Binbangkum.
Diunduh dari
www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/Fraud(kecurangan).pdf, 28
Agustus 2009.
Simanjuntak, R. (2008).
Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan. Diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc,
14 Oktober 2008.
Suryana, A. (2002).
Indonesia is no stranger to accounting scams: Expert. The Jakarta Post.
Thursday, 11 Juli 2002.
Wilopo (2006). Analisis
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi :
Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik
Negara di Indonesia.
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 9. Padang, 23 – 26
Agustus 2006.
Tanggapan
Pada kasus diatas
terbukiti bahwa kecurangan (fraud) bukan dilakukan di perusahaan saja, Kasus di
atas diperparah dengan praktik akuntansi yang meragukan dan tidak independennya
audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap
Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah satu “The big six”.
Diindonesia
terdapat kasus skandal akuntansi
bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus yang ramai diberitakan adalah
keterlibatan 10 KAP di Indonesia dalam praktik kecurangan keuangan. Tetapi
pemerintah hanya melakukan teguran saja pada 10 KAP saja. Seharusnya pemerintah
bertindak tegas pada 10 KAP yang melakukan kecurangan tersebut, karena
kecurangan tersebut melangar undang- undang Berdasarkan tindak pidana korupsi
tersebut terjadilah fraud etika profesi dimana tersangka dijerat pasal
pemerasan yaitu pasal 12 huruf e, atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 421 KUHP.
Pasal
12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan.
Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20
tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
BP2AP
(Badan PeradilanProfesi Akuntan Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang
dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP
menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang
dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3 KAP melakukan audit
terhadap klien dari bank-bank, sementara 7 KAP yang lain bebas (Suryana, 2002).
Seharusnya
BP2AP 10 KAP tersebut di hapuskan atau di hilangkan karena akan membbahayakan
perusahaan – perusahaan selanjutnya.
TUGAS 2
Sumber: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=115829&val=5275